Surabaya memang terkenal sebagai kota pahlawan karena sejarahnya di masa lampau dan juga merupakan kota pusat perdagangan, pusat bisnis, industri, dan pendidikan yang berada di negara Indonesia bagian timur. Kota yang mempunyai simbol hewan Ikan Sura dan Baya (ikan hiu dan buaya) ini menyimpan sejarah yang penting bagi Indonesia, dan sampai sekarang beberapa tempat bersejarah peninggalan masa lampau yang masih ada kini menjadi pusat wisata bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih dalam tentang sejarah kota Surabaya, selain tempat-tempat bersejarah tentunya di kota Surabaya juga memiliki banyak tempat wisata terkenal lainnya yang sering di datangi para wisatawan.
Jika anda ingin datang ke Kota Surabaya, mungkin tempat wisata yang ada di daftar berikut ini bisa anda jadikan tujuan untuk berwisata, diantaranya:
TUGU PAHLAWAN, SURABAYA
Tugu Pahlawan,
adalah sebuah monumen yang menjadi markah tanah Kota Surabaya. Monumen
ini setinggi 41,15 meter berbentuk lingga atau paku terbalik. Tubuh
monumen berbentuk lengkungan-lengkungan (Canalures) sebanyak 10
lengkungan, dan terbagi atas 11 ruas. Tinggi, ruas, dan canalures
mengandung makna tanggal 10, bulan 11, tahun 1945. Suatu tanggal
bersejarah, bukan hanya bagi penduduk Kota Surabaya, tetapi juga bagi
seluruh Rakyat Indonesia.
Tugu
Pahlawan dibangun untuk memperingati peristiwa Pertempuran 10 November
1945 di Surabaya, dimana arek-arek Suroboyo berjuang melawan pasukan
Sekutu bersama Belanda yang hendak menjajah kembali Indonesia.
KEBUN BINATANG SURABAYA (KBS)
TAMAN REMAJA SURABAYA
PANTAI KENJERAN SURABAYA
MONUMEN KAPAL SELAM, SURABAYA
WISATA HUTAN MANGROVE, SURABAYA
Wisata Hutan Mangrove |
Di dalam ramai serta panasnya hawa di kota ini, rimba bakau jadi di antara destinasi alternatif yang dapat anda kunjungi. Sembari nikmati panorama yang alami, anda juga dapat menghirup hawa fresh sembari berjalan-jalan di dalam rimba. Lokasi ini telah difasilitasi dengan jembatan kayu yang dapat anda pakai untuk trekking keliling rimba bakau.
Sarana untuk ekowisata juga telah ada, yakni berbentuk perahu berkapasitas 10 serta 40 orang. Akan turut tur ini ? anda dapat dipungut cost rp 25.000 untuk dewasa serta rp 15.000 untuk anak-anak. Anda dapat dibawa berkeliling rimba bakau, menyusuri sungai-sungai yang membelah rimba, menjelajah sebagian area di lokasi tersebut.
HOUSE of SAMPOERNA, SURABAYA
House of Sampoerna |
Auditorium besar menyimpan museum serta toko. terdapat banyak perihal yang dapat anda tengok disini, dimulai dari cerita perjalanan keluarga sampoerna sampai sistem produksi rokok dengan tradisional. hingga saat ini museum ini tetap adalah pabrik di antara merk rokok keluaran sampoerna, yakni dji sam soe.
Di museum ini, anda dapat lihat sistem penentuan tembakau serta cengkeh, pencampuran bahan, penggulungan dengan tangan, pencetakan kertas rokok, sampai sistem pengepakan. Museum ini buka tiap-tiap hari mulai jam 09.00-22.00 wib. Asyiknya lagi, dimulai dari parkir, masuk museum, hingga berkeliling dengan pemandu, seluruhnya gratis !
JEMBATAN SURABAYA-MADURA (SURAMADU), SURABAYA
Jembatan Suramadu |
Jembatan ini di buka oleh presiden susilo bambang yudhoyono pada tanggal 10 juni 2009, dengan nama resmi jembatan nasional suramadu. Panjangnya lebih kurang 5. 438 mtr. Dengan lebar lebih kurang 30 mtr.. melintasi jembatan ini seperti ada di luar negeri. Megahnya design jembatan berlatar langit biru yang indah memanglah membuat traveler dari luar surabaya kepincut.
Untuk dapat melintasi suramadu, anda mesti terlebih dulu membayar rp 30.000 untuk mobil serta rp 3.000 untuk sepeda motor. Jalur pada keduanya dipisahkan dengan pagar setinggi lebih kurang 1 mtr. sayangnya, di selama jembatan ada rambu-rambu dilarang berhenti. Lantas memanglah cukup sukar untuk dapat mengabadikan peristiwa waktu di dalam jembatan.
GEDUNG GRAHADI SURABAYA
Gedung Grahadi di Surabaya merupakan tempat wisata bangunan tua peninggalan kolonial yang telah berusia lebih dari 200 tahun, yang sampai saat itu masih tetap terlihat anggun dan terpelihara dengan baik. Lokasi Gedung Grahadi berada di Jl. Gubernur Suryo No. 7, Surabaya, berhadapan dengan Monumen Suryo yang telah sempat saya kunjungi beberapa waktu sebelumnya.Gedung Grahadi, yang juga disebut Gedung Negara Grahadi, merupakan bangunan 2 lantai dengan gedung utama seluas 2.016 m2 dan bangunan penunjang seluas 4.126 m2, yang didirikan di atas tanah dengan luas lebih dari 1,6 ha.
Gedung Grahadi yang cantik dengan empat pilar penyangga balkon depan dan delapan pilar di teras selasarnya. Pagar beton berkisi di bagian atas balkon pada bangunan aslinya telah digantikan dengan dinding tembok dihias relief di sepanjang permukaannya yang menggambarkan perjuangan rakyat Surabaya semasa revolusi kemerdekaan.
Gedung Grahadi dengan satu dari dua buah meriam yang diletakkan di halaman depan gedung yang terlihat masih terawat baik, sementara dua orang pekerja kebersihan tengah menjalankan tugasnya.
Gedung Grahadi pada teras depan yang diisi dengan beberapa set meja dan kursi antik, dihias dengan lampu-lampu gantung yang menjadi penerang di malam hari, dan pilar-pilar dengan ornamen keemasan.
Tiga pasang pintu jati tinggi berdaun ganda tampak diapit oleh jendela-jendela kaca bening yang memberi kesan mewah dan berwibawa. Sayang saya tidak berkesempatan untuk masuk ke dalam ruangan, namun kabarnya kayu jati tua tebal juga dipergunakan pada lantai di tingkat dasar dan lantai atas, serta pada tangga menuju lantai atas yang seluruhnya masih asli.
Gedung Grahadi dengan sepasang rumah-rumahan kecil terbuat dari kayu jati berukir indah yang biasa digunakan sebagai tempat menyimpan ayam bekisar atau unggas jenis lainnya.
Gedung Grahadi pada lorong teras depan dengan marmer gilap pada lantai, kursi-kursi lengkung, serta pilar-pilar beton yang berjajar rapi.
Gedung Grahadi pada arah pandang ke halaman depan dengan lampu gantung mengular di langit-langit, pilar-pilar simetris, sepasang sangkar di sela pilar depan, sepasang meriam di sisi luar, serta sebuah tiang bendara pada pusat pandang.
Gedung Grahadi dengan sebuah tengara pada dinding depan yang menyebutkan bahwa Gedung Grahadi (Gouverneur Wooning) didirikan pada 1796 oleh Dirk Van Hogendorp, gezaghebber (penguasa) VOC di Surabaya waktu itu, dan kemudian dijual kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Sebelum tahun 1802, Gedung Grahadi menghadap ke Kalimas atau ke arah Utara, sehingga penghuninya bisa melihat perahu hilir mudik sambil minum teh ketika matahari mulai turun di sore hari. Halaman bagian belakang merupakan tuinhuis (rumah musim panas jika di Eropa).
Pada masa Jepang Gedung Grahadi digunakan sebagai kediaman Syuuchokan Kaka (Residen). Setelah Proklamasi menjadi kediaman resmi Gubernur Propinsi Jawa Timur pertama, yaitu Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo.
Gedung Grahadi dengan ornamen relief perjuangan semasa revolusi kemerdekaan yang menghias dinding bagian luar balkon dan selasar.
Gedung Grahadi dengan deretan pohon palm tinggi serta halaman rumput hijau segar yang dipotong rapi, menciptakan pemandangan yang asri.
Gedung Grahadi ketika para pejalan berhenti sejenak di tepi jalan dan di jalur pedestrian di luar pagar halaman gedung, untuk melihat sekelompok anak dengan pakaian warna-warni tengah menari di halaman. Foto ini diambil pada sore hari ketika melintas di depan gedung, sedangkan foto-foto sebelumnya diambil pada pagi hari.
Gedung Grahadi juga memiliki kamar sekelas hotel bintang-5 yang pernah digunakan untuk menginap Presiden SBY, dan Wapres Budiono pada kesempatan yang berbeda. Selain untuk menginap tamu penting, Gedung Grahadi yang tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal gubernur itu kini digunakan sebagai tempat resepsi serta tempat pertemuan.
MONUMEN GUBERNUR SURYO, SURABAYA
Monumen Gubernur Suryo adalah monumen penghormatan yang ditujukan untuk Gubernur pertama Jawa Timur yang telah terbunuh selama pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Monumen ini terletak di Kompleks Taman Apsari di Jalan Gubernur Suryo di depan Gedung Negara Grahadi.Di bawah patung terdapat prasasti yang ditulis pada 9 November 1945, pukul 23.00 PM di Nirom Broadcast, Jalan Embong Malang Surabaya (saat ini Hotel JW Marriot). Prasasti tersebut berbunyi:
"Berulang kali kami telah diberitahu bahwa lebih baik jatuh berkeping-keping daripada dijajah lagi. Dan sekarang dalam menghadapi ultimatum Inggris, kita akan berpegang teguh untuk menolak ultimatum "
Selain sebagai simbol kebesaran Gubernur Suryo, di sekitar monumen tersebut juga selalu di jadikan tempat berkumpul pemuda pemudi Surabaya saat malam minggu atau saat malam di hari-hari biasa.
ARCA JOKO DOLOG, SURABAYA
Karena usia benda yang sudah terbilang ratusan tahun ini, konon merupakan bukti sejarah purbakala sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit. Di samping itu, arca ini seolah menjadi patung monumental belaka yang terabaikan begitu saja di kota metropolis seperti Surabaya.Arca Joko Dolog adalah sebuah bentuk penghormatan terakhir Raden Wijaya yang merupakan raja pertama kerajaan Majapahit sebagai keturunan Ken Arok, yang merupakan raja pertama Kerajaan Singosari terhadap mendiang Prabu Kertanegara yang menjadi raja terakhir Kerajaan Singosari kala itu. Arca ini sebenarnya merupakan perwujudan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari atau yang kita kenal dengan Kerajaan Singosari. Dengan kepiawaian Mpu Baradha sebuah patung yang sebenarnya lebih mirip patung Buddha ini akhirnya berhasil diciptakan.
Sebagian sejarawan berpendapat, bahwa Arca Joko Dolog dipelihara Raden Wijaya dan ditempatkan di salah satu komplek candi Majapahit yakni Candi Jawi. Sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap Kertanegara selaku leluhur Raden wijaya. Prabu Kertanegara dikenal sangat berani melawan kerajaan asing yang mencoba menaklukannya. Terbukti beliau telah berani melukai telinga utusan Raja Kubilai Khan dari negeri Mongolia.
Raden Wijaya semakin memantapkan kedudukannya, dan mendirikan singgasana di Hutan Tarik yang kala itu banyak ditumbuhi buah-buahan "Maja" yang rasanya "Pahit". Selanjutnya kawasan tadi dinamakan "Majapahit". Dengan begitu, Raden Wijaya menjadi pendiri sekaligus raja pertama Majapahit.
Setelahnya, arca ini sempat terkubur dalam tanah. Di bagian atasnya tertutup oleh tumpukan kayu jati yang masih berupa kayu bulat atau gelondongan. Seorang warga pribumi yang secara tak sengaja menemukan arca yang tertimbun dalam tanah dan di atasnya terdapat tumpukan kayu jati gelondongan atau dolog kemudian dia menyebutnya Jogo Dolog.
Berita ini akhirnya tersiar kemana-mana dari mulut ke mulut, kata "jogo" berubah menjadi "joko" akibat salah pengucapan. Begitu seterusnya, sehingga arca tersebut dinamakan Joko Dolog seperti sekarang ini. Arca Joko Dolog terbuat dari batu Andesit (semacam batu gunung).
Raden Wijaya kala itu sebagai pendiri Majapahit sengaja mempersembahkan arca ini bagi anak keturunannya kelak, untuk menghormati mendiang Prabu Kertanegara sebagai raja terakhir Kerajaan Singosari. Hal ini terbukti dari cara beliau merawat dan menyimpan arca ini di salah satu komplek candi yang dibangunnya yaitu Candi Jawi.
Di bagian bawah arca tertulis Bahasa Sansekerta yang merupakan Bahasa Jawa Kuno dengan pahatan yang sangat halus dan indah, yang menceritakan keinginan luhur Prabu Kertanegara dalam mempersatukan beberapa wilayah di Jawa Timur yang saat itu bernama Daha (Kediri) dan Tumapel (Malang) serta beberapa daerah lainnya hingga meluas seperti Jawa Timur sekarang ini.
Rupanya kala itupun seorang arsitek purba seperti Mpu Baradha bukan hanya sanggup mencipta sebuah karya seni patung tingkat tinggi. Lebih dari itu beliau juga mampu menuliskan pesan bagi generasi-generasi berikutnya lewat pahatan batu andesit tentang arti penting persatuan dan kesatuan wilayah, meski masih dalam lingkup daerah yang lebih kecil, yaitu wilayah Jawa Timur.
Bangsa Belanda yang sempat menjajah negara ini memang sangat sekarang. Tidak hanya kekayaan alam bumi pertiwi ini yang dieksploitir dan diangkut ke negaranya, rupanya beberapa benda purbakala pun turut diangkut ke sana. Di masa pendudukan kolonial Belanda, arca ini hampir saja menjadi koleksi Museum Leiden, Belanda.
Untungnya arca ini tidak jadi dibawa ke Belanda, sehingga generasi penerus bangsa ini masih bisa menyaksikan keberadaannya. Namun karena sesuatu hal Belanda tidak jadi membawanya. Kemudian ditinggalkan begitu saja pada sebuah tempat di Surabaya, semacam museum Belanda yang sekarang dijadikan tempat SMU Trimurti, Surabaya.
Hiruk-pikuk, lalu-lalang orang berkendara seolah tak pernah menghiraukan keberadaannya. Ya, mungkin orang menganggapnya cuma batu monumental belaka yang sama sekali kurang menarik di era hightech seperti sekarang ini. Bagi Anda warga Surabaya dan sekitarnya yang masih berminat menelusuri situs-situs purbakala, Arca Joko Dolog bisa menjadi salah satu objek wisata sejarah budaya dan bahan studi kepurbakalaan.
GEDUNG BALAI PEMUDA SURABAYA
Balai Pemuda Surabaya merupakan gedung peninggalan kolonial lainnya di Kota Pahlawan ini yang sampai saat saya kunjungi masih ramai digunakan untuk berbagai aktivitas, dari pameran seni, tempat nongkrong sampai ruang tempat resepsi.
Balai Pemuda dengan ikon kubah di bagian depan bangunan yang diambil pada sebuah malam, beberapa puluh bulan lalu.
Balai Pemuda dari seberang jalan ketika kendaraan bermotor menderu melintas susul menyusul melewati jalanan di depannya.
Balai Pemuda memiliki halaman parkir cukup luas. Terpasang di sebelah kanan adalah poster “Pasar Seni Lukis Indonesia 2011″ yang berlangsung pada 6-16 Mei 2011 di gedung dan pelataran Balai Pemuda. Balai Pemuda memang kerap digunakan sebagai tempat penyelengarakan berbagai kegiatan para seniman Surabaya.
Balai Pemuda dengan sebuah prasasti di pelataran sebelah kanan yang tertutup poster memanjang. Pada ujung foto adalah sebagian pelataran Balai Pemuda yang tengah digunakan sebagai tempat pameran.
Balai Pemuda dengan prasasti di tengah sebuah kolam, yang seharusnya tidak boleh tertutup oleh poster-poster pameran, agar mudah dilihat oleh para pejalan.
Tulisan pada prasasti yang dibuat dalam dua bahasa itu menyebutkan bahwa “Di jaman Belanda, gedung [Balai Pemuda] ini dipakai [sebagai] klab orang kulit putih. Orang pribumi dan anjing dilarang masuk. Dari bulan September – November 1945 [Balai Pemuda] dijadikan Markas Besar PRI (Pemuda Republik Indonesia), pusat perlawanan Pemuda Indonesia terhadap pasukan Inggris / Sekutu yang mencengangkan dunia.”
Balai Pemuda pada bagian pelataran samping yang tengah digunakan sebagai tempat pameran lukisan. Mungkin hari masih terlalu pagi, karena banyak kios yang tidak ditunggui pelukisnya, dan pengunjung pun masih terlihat sepi.
Balai Pemuda pada serambi samping di bangunan dimana kubah menara berada dengan pintu-pintu kayu tinggi dan ornamen lengkung di bagian atasnya. Terdapat tiga ruangan besar di Balai Pemuda Surabaya, dengan satu diantaranya merupakan ruang utama yang menjadi tempat dansa-dansa pada jaman kolonial.
Balai Pemuda di ruangan yang dipakai sebagai Kantor Pusat Informasi WIsata, tepat di bawah menara kubah, dengan nomor telp. 031-5340444.
Sejarah Balai Pemuda yang disusun Dinas Pariwisata setempat menyebutkan data sebagai berikut:
1907 – 1945
Gedung Balai Pemuda dimiliki perkumpulan orang-orang Belanda bernama “De Simpangsche Societeit”, digunakan sebagai pusat rekreasi, pestaa, dansa, bowling, dsb.
1945
Gedung Balai Pemuda dikuasai Pemuda Republik Indonesia (PRI), dan menjadi markas arek-arek Suroboyo, namun kemudian sempat dikuasai lagi oleh tentara Belanda.
1950
Gedung Balai Pemuda (De Simpangsche Societeit) digunakan Penguasa Militer Propinsi Jawa Timur.
1957
Gedung Balai Pemuda (De Simpangsche Societeit) seluruh inventarisnya diserahkan kepada Dewan Pemerintah Daerah Kota Praja Surabaya dalam rangka operasi pembebasan Irian Barat.
1957
Pada 12 Desember 1957 Gedung Balai Pemuda (De Simpangsche Societeit), diserahkan kepada Dewan Pemerintah Daerah Kota Praja Surabaya.
1957
Pemerintah Daerah menggunakan De Simpangsche Societeit sebagai Balai Pertemuan Umum dan memberi nama Balai Pemuda.
1965
Balai Pemuda digunakan sebagai sekretariat dan markas Front Pemuda, dan pada awal Orde Baru digunakan sebagai markas KAMI dan KAPPI dalam menumpas G30S/PKI.
1971 – 1972
Gedung Balai Pemuda sebelah timur mengalami kerusakan, dan Walikotamadya Surabaya R. Soekotjo melakukan perubahan pada gedung ini dan selesai awal 1972 dan menjadi Balai Pemuda Mitra.
1974
Balai Pemuda digunakan sebagai sekretariat Federasi Pemuda Indonesia dan KNPI.
1979 – 198
Gedung Balai Pemuda dipugar dengan mempertahankan bentuk aslinya.
1980
Balai Pemuda juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan sebagai pusat kegiatan apresiasi seni dan budaya seniman/seniwati Surabaya.
Balai Pemuda dengan bangun simetri dan langit-langit selasar dengan garis-garis yang menyerupai jaring laba-laba.
Sejak 1980, Walikota memberikan tempat bagi Dewan Kesenian Surabaya di bagian utara gedung, dan Balai Pemuda pun digunakan sebagai Pusat Pagelaran Kesenian Surabaya, pusat pembinaan seniman / seniwati muda yang tergabung dalam Bengkel Muda Surabaya dan Akademi Seni Rupa Surabaya, selain disewakan untuk keperluan resepsi, seminar, pameran, konser, dll.
MONUMEN JALESVEVA JAYAMAHE, SURABAYA
Selat Madura merupakan daerah sibuk, selat ini menjadi kian ramai setelah selesainya pembangunan jalur Suramadu (Surabaya-Madura). Jembatan tersebut menjadi penghubung antara Surabaya dan Madura, diantara selat tersebut terdapat patung raksasa besar yang memiliki tinggi 31 meter, berdiri di atas gedung setinggi 29 meter, dan menjulang diketinggian 60 meter, sehingga dapat dilihat dari jarak yang cukup jauh. Patung itu merepresentasikan seorang perwira menengah TNI Angakatan Laut berpakaian lengkap yang sedang menatap ke arah laut tepat berada di tanjung perak.
Adalah Monumen jalesveva Jayamahe atau biasa disebut Monjaya, monumen yang berjarak 7.6 km dari pusat kota Surabaya tersebut, dibangun untuk mengenang para leluhur dan pejuang bangsa serta mengingatkan pada generasi penerus bangsa bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut, yang mampu menjelajah benua di dunia. Jalesveva Jayamahe digunakan sebagai semboyan TNI Angakatan Laut RI yang artinya “Di Laut Kita Tetap Jaya”. Monumen yang di bangun pada tahun 1990 dan di resmikan pada 5 desember 1996 oleh mantan presiden Soeharto, merupakan gagasan untuk mengingatkan bahwa bagaimanapun majunya suatu bangsa maka hendaklah tetap berpijak pada sejarah, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa pahlawannya.
Dibangun oleh Pemimpin Staf Angkatan Darat Maritim Indonesia yang kemudian dilanjutkan oleh Laksamana TNI Muhamad Arifin, rancangan kemudian diserahkan oleh Nyoman Nuarta. Nyoman Nuarta adalah seorang seniman patung yang juga penggubah patung Garuda Wisnu Kencana di Bali. Selain sebagai monumen, bangunan ini juga difungsikan sebagai mercusuar bagi kapal-kapal yang ada di sekitar laut.
Pada monument Jalesveva Jayamahe terdapat diorama sejarah kepahlawanan pejuang-pejuang bahari sejak jaman pra revolusi fisik pada dinding-dinding gedung. Monumen ini menjadi satu dengan kompleks TNI Angkatan Laut. Apabila ingin berkunjung ke Monumen Jalesveva Jayamahe, sebelumnya wisatawan perlu mengurus perijinan terlebih dulu. Paling tidak dua minggu sebelum rencana kunjungan, ajukan permohonan kunjungan ke Dinas Penerangan Koarmatim yang beralamat di Jalan Taruna 1 Ujung. Untuk nomer teleponnya dapat menghubungi (031) 3292706, 3201194, 3201191.
Monumen ini dibuka setiap hari Senin sampai Jumat dari pukul 7.30 sampai pukul 15.00 Wib, tidak ada kunjungan diluar jam tersebut termasuk hari libur.
MASJID AL-AKBAR SURABAYA (MAS)
Masjid Al-Akbar ini
dibangun pada tahun 1995 dan pada tahun 2000 oleh Presiden KH
Abdurrahman Wahid. Masjid Al-Akbar adalah sebuah masjid yang megah dan
modern, dan merupakan masjid terbesar kedua setelah Masjid Istiqlal di Jakarta.
Masjid Al-Akbar ini menjadi ikon lain dari Surabaya yang berhubungan dengan situs wisata religi. Masjid Agung Al-Akbar berdiri di lahan seluas 11,2 hektar. Masjid Al-Akbar ini memiliki dua lantai dan dilengkapi dengan lift dan menara. Para pengunjung yang datang ke masjid dapat juga menikmati pemandangan kota Surabaya, Sidoarjo dan Bangkalan dari atas menara yang memiliki tinggi 99 meter. Pengunjung bisa masuk ke menara Masjid Al-Akbar hanya dengan Rp. 3000 per orang.
Kesan unik dari bangunan Masjid Al-Akbar ini terletak pada desain dari kubah dengan struktur daun, dengan bangunan kombinasi antara warna biru dan hijau gelap yang memberikan kesan sejuk dan damai. Masjid Al-Akbar ini memiliki bangunan utama dan dua bangunan lain yang dapat menembus langsung ke bangunan utama.
Eksterior Masjid Al-Akbar ini dihiasi dengan berbagai corak ukiran dan kaligrafi dan semuanya dibuat dari kayu jati berukir. Sementara, interior masjid ini dihiasi oleh ukiran hias dan kaligrafi yang sangat dominan menghiasi dinding masjid. Terdapat rak Alquran tersebar di seluruh Masjid Al-Akbar dan di bagian atas interior terdapat ornamen kaligrafi dengan panjang 180 meter dan lebar satu meter.
MONUMEN BAMBU RUNCING, SURABAYA
Bambu Runcing adalah senjata tradisional yang digunakan oleh tentara Indonesia dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Tepatnya pada 10 November1945, yang sekarang dirayakan sebagai Hari Pahlawan. Pada masa peperangan, bambu dibentuk meruncing layaknya tombak untuk menusuk musuh. Bambu runcing ini dibuat berkaitan dengan terbatasnya senjata modern yang ada dan untuk menunjukkan semangat di antara para prajurit sebagai warga sipil Indonesia.Untuk itulah, Monumen Bambu Runcing ini dibangun, dan terletak di jalan Panglima Sudirman. Monumen Bambu Runcing adalah ikon pariwisata Surabaya yang berhubungan dengan situs sejarah perjuangan bangsa.
Monumen ini terdiri dari 5 pilar dan memiliki tinggi yang tidak sama dan dibentuk seperti bambu runcing. Sayangnya, tidak ada estimasi yang tepat tentang tinggi pada masing-masing pilar. Pada waktu tertentu, akan ada air yang mengalir keluar dari bambu runcing, layaknya air mancur. Selain itu, monumen ini dikelilingi oleh taman kecil yang penuh dengan beragam tanaman hias.
Monumen Bambu Runcing ini terletak di jantung kota Surabaya, di tengah ramainya lalu lintas jalan Panglima Sudirman. Para pengunjung yang datang ke Surabaya akan langsung mengenali keberadaan monumen ini saat melintasinya. Monumen ini juga dekat dengan Kebun Binatang Surabaya, Tunjungan Plaza, Surabaya Plaza dan Tugu Pahlawan Surabaya.
PATUNG BUDDHA EMPAT MUKA, SURABAYA
Patung Buddha Empat Muka adalah wisata religi yang berada di salah satu sudut Pantai Ria Kenjeran, sebuah daerah pantai di kota Surabaya yang secara tradisional dikenal sebagai tempat bermesraan bagi pasangan yang tengah dimabuk asmara, mirip pantai Bina Ria di Ancol. Meskipun citra kuat yang romantis itu masih tetap melekat, namun para pengunjung sekarang punya alasan lain yang lebih baik untuk berkunjung ke tempat itu.Kekayaan tidak menciptakan budaya. Pikiran kreatif yang memulainya, tangan trampil dengan hati tulus menghaluskannya, dan jiwa yang tercerahkan membuatnya menjadi sebuah karya yang agung. Kemajuan ilmu pengetahuan material, teknologi dan rekayasa, komputasi, komunikasi dan transportasi, serta melimpahnya sumber basis data virtual, telah membuat proses penciptaan, pelestarian, perbaikan dan inovasi karya seni dan budaya menjadi lebih mudah, lebih cepat dan lebih mengesankan dibandingkan sebelumnya. Patung Buddha Empat Muka di Surabaya yang saya kunjungi beberapa waktu lalu adalah salah satu karya agung yang mengesankan itu.
Patung Buddha Empat Muka terlihat sangat mengesankan malam itu, dan mungkin lebih indah dilihat dibanding siang hari, setidaknya untuk nuansa yang diciptakannya. Pekerjaan pembuatan patung ini dimulai pada Juli 2003, dibangun di atas tanah seluas 1,5 hektar. Bangunan utama dimana Patung Buddha Empat Muka ini diletakkan berukuran 9×9 meter, sebuah angka simbolik penting bagi komunitas penganut Buddha.
Muka pertama Patung Buddha Empat Muka tampak pada foto di atas. Keempat muka melambangkan empat sifat Buddha, yaitu kasih sayang, murah hati, adil dan meditasi. Ini agak berbeda dengan patung sejenis yang ada di Kuil Erawan Bangkok, yang melambangkan Muka Kedamaian dan Kesehatan, Muka Hubungan Baik, Muka Keberuntungan, dan Muka Perlindungan terhadap Kejahatan.
Muka kedua Patung Buddha Empat Muka. Kompleks Patung Buddha Empat Muka ini terasa sepi malam itu, mungkin karena hari itu adalah hari kerja dan bukan waktu favorit untuk beribadat. Hanya ada satu pasangan paruh baya yang terlihat tengah melakukan ritual di sekeliling kompleks Patung Buddha Empat Muka ini, dan seorang pria yang tampaknya merupakan penjaga kompleks itu.
Wajah ketiga Patung Buddha Empat Muka. Meskipun kompleks Patung Buddha Empat Muka ini sudah diresmikan pada 9 November 2004, namun baru lima tahun kemudian saya mengetahui keberadaannya. Ketika saya bertanya kepada beberapa orang di Surabaya tentang tempat menarik di Surabaya, tak seorang pun yang menyebut nama Patung Buddha Empat Muka. Bisa jadi karena orang memiliki pendapat berbeda tentang apa yang disebut tempat menarik itu.
Muka keempat Patung Buddha Empat Muka. Tinggi patung Patung Buddha Empat Muka ini adalah 9 meter dengan tinggi keseluruhan 36 meter, termasuk bangunan kubahnya. MURI telah mencatat monumen Patung Buddha Empat Muka ini sebagai monumen Buddha yang tertinggi dan terbesar di Indonesia.
Patung Buddha Empat Muka dikelilingi oleh beberapa patung gajah, serta ada sebuah cungkup yang di dalamnya terdapat patung Ganesha berwarna keemasan, seperti terlihat pada foto di atas.
Patung Buddha Empat Muka merupakan tempat yang anda tidak boleh lewatkan jika anda berkunjung ke Surabaya, dan setelah berkunjung semoga anda terinspirasi oleh cinta yng telah dicurahkan untuk mendukung pembangunan monumen Patung Buddha Empat Muka yang sangat mengesankan ini.
Kekayaan saja memang tidak cukup untuk menciptakan karya budaya, namun kekayaan dan kemakmuran suatu komunitas tentu merupakan satu faktor penting dalam pembuatan suatu karya budaya agung, hanya saja ia datang kemudian, setelah pikir, hati dan jiwa menyelesaikan pekerjaannya.
TAMAN BUNGKUL SURABAYA
Taman Bungkul berlokasi di Jalan Raya Darmo Surabaya, taman ini terletak di area sekitar 900 meter persegi dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti amfiteater dengan diameter 33 M, jogging track, taman bermain anak-anak dan lahan untuk papan luncur. Selain itu, taman ini juga difasilitasi dengan akses internet nirkabel.Taman Bungkul diambil dari nama Mbah Bungkul, dimana makam beliau juga terletak pada taman ini. Mbah Bungkul adalah julukan untuk Ki Supo, seorang ulama di kerajaan Majapahit (abad XV), yang juga saudara ipar Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
Taman Bungkul sudah seperti jantung kota Surabaya. Taman ini sekarang menjadi taman wisata bagi mereka yang ingin menikmati suasana hijau di tengah kota. Beberapa acara juga sering di gelar ini taman ini bagi kegiatan hiburan atau kebudayaan
Di bagian belakang taman, terdapat beberapa warung yang menawarkan menu khas Surabaya, seperti Rawon, Soto, Bakso dan banyak lagi. Taman Bungkul selalu ramai dikunjungi dari pagi hingga malam hari dan menjadi bagian dari kota Surabaya yang pantas untuk dibanggakan.
MASJID CHENG HOO, SURABAYA
Masjid Cheng Ho Surabaya adalah masjid pertama di Indonesia yang menggunakan nama Muslim Tionghoa, dan menjadi simbol perdamaian umat beragama.
Nama
masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, laksamana asal
Cina yang beragama Islam. Ia melakukan perjalanan ke Kawasan Asia
Tenggara dengan mengemban beberapa misi, diantaranya berdagang, menjalin
persahabatan, serta menyebarkan ajaran agama Islam.
Pembangunan masjid Cheng Ho atau yang
juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya bertepatan
dengan Isra’ Miraj Muhammad SAW yakni pada 15 Oktober 2001. Proses nya
memakan waktu satu tahun dan baru selesai seluruh bagiannya pada Oktober
2002. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasihat,
pengurus Pembina Imam Tauhid Islama (PITI), pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur, serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya.
Kompleks masjid dibangun di atas tanah
seluas 3.070 m2. Perpaduan gaya Arab dan Tiongkok menjadi ciri khas
masjid ini. Arsitektur masjid diilhami Masjid Niu Jie di Beijing yang
dibangun pada 996 Masehi, dan tampak pada bagian atap utama, dan mahkota
masjid. Selebihnya, masjid ini memadukan gaya arsitektur Arab dan Jawa.
Arsitek Masjid Cheng Ho Surabaya ialah Abdul Aziz.
Setiap bagian bangunan masjid mengandung
filosofi atau maknanya sendiri. Bagunan utama Majid Cheng Ho yang
berukuran 11 x 9 meter, mengikuti panjang dan lebar Ka’bah saat pertama
kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS yang berukuran 11 meter. Sementara
ukuran 9 meter diambil dari jumlah wali (Wali Songo) yang melaksanakan
syiar Islam di Pulau Jawa.
Pintu masuk masjid menyerupai pagoda,
dengan relief naga dan patung singa dari lilin bertuliskan “Allah” dalam
huruf Arab di bagian puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat
sebuah beduk yang kerap digunakan untuk menandai waktu sholat tiba.
Bagian atas bangunan yang bertingkat
tiga merupakan pengaruh Hindu Jawa. Bentuknya segi delapan dan
menyerupai pagoda. Dalam kepercayaan Tionghoa, angka 8 berarti ‘Fat’
atau keberuntungan. Di bagian serambi masjid terdapat lima
buah anak tangka yang merepresentasikan Rukun Islam. Sedangkan enam
buah anak tangga di bagian dalam masjid merepresentasikan Rukun
Iman. Secara keseluruhan, Masjid Cheng Ho dapat menampung 200 orang
jamaah.
Hasil perpaduan berbagai gaya pada ini
membuat Masjid Cheng Ho didominasi oleh empat warna: merah, kuning,
biru, dan hijau. Dalam kepercayaan Tionghoa, keempat warna ini adalah
simbol kebahagiaan, kemasyhuran, harapan, dan kemakmuran.
Selain menikmati keindahan arsitektur
bangunan masjid, pengunjung juga dapat melihat relief laksamana yang
bernama lengkap Muhammad Cheng Hoo bersama kapal yang digunakan saat mengarungi Samudra Hindia.
Salah satu pesan yang hendak disampaikan melalui relief ini adalah agar
umat Islam tetap rendah hati dalam menjalani hidup sehari-hari.
Di dalam kompleks masjid terdapat
sekolah TK, lapangan olahraga, kantor, serta tempat kursus bahasa
Mandarin, dan kantin. Sehingga pengunjung, khususnya masyarakat yang
tinggal di sekitar masjid, dapat merasakan manfaat lebih dari tempat
ini. Selain aktif digunakan sebagai tempat ibadah harian dan saat hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha, berbagai kegiatan sosial seperti
distribusi sembako mudah, donor darah juga kerap diadakan di sini.
Selain
Masjid Cheng Ho Surabaya, masih
ada dua masjid serupa yang terdapat di kota lain, yakni Masjid Cheng Ho
Palembang atau yang juga bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho, dan
Masjid Cheng Ho Pandaan Pasuruan. Masjidi ini ramai dikunjungi terutama
pada perayaan hari besar umat Islam. Pengunjung yang datang umumnya
ingin beribadah, atau sekadar menikmati keindahan arsitektur bangunan
masjid.
Masjid
Cheng Ho berlokasi di Jalan Gading No. 2, Ketabang, Genteng, atau
sekitar 1.000 meter sebelah utara Gedung Balai Kota Surabaya.
Untuk menuju lokasi ini, Anda dapat memilih Jalan Taman Kusuma Bangsa,
dan melalui Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa. Masjid ini terletak di
area komplek gedung serba guna PITI Jawa Timur.
PURA JAGAT KARANA, SURABAYA
Pura Agung Jagat Karana adalah tempat ibadah untuk umat Hindu yang berada di Surabaya. Pura ini diresmikan pertama kali oleh Kepala Staf KODAMAR V Komodor Laut R. Sahiran pada tanggal 29 November 1969, tepatnya pada hari Saraswati.Pura ini terletak di jalan Lumba-Lumba No. 1 Surabaya. Pura ini telah mengalami pemugaran dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 26 Sepetember 1987. Di atas pura tersebut tertulis sebuah prasasti berbunyi :
Karya Agung Lenteg Linggih
Pura Agung Jagat Karana
Saniscara Umanis Watugunung
tang . ping 3 sasih kapat 1909 C
Bale manusya yadnya
Jadwal Persembahyangan di Pura Jagat Karana adalah:
- Hari Raya Galungan dan Kuningan mulai jam 17.00 WIB
- Hari Raya Saraswati dan Piodalan mulai jam 17.00 WIB
- Hari Purnama dan Tilem mulai jam 17.30 WIB
- Hari Raya Nyepi :
- Melasti mulai jam 12.00 WIB
- Pecaruan dan Pengerupukan mulai jam 08.00 WIB
KUIL HONG TIEK HIAN, SURABAYA
Kuil tertua ini dibangun oleh tentara Tar-Tar di pulau King Khu Bilai Khan Epoch.Kuil Hong Tiek Hian, adalah kuil tertua di Surabaya yang dibangun oleh pasukan Tar tar pada zaman kaisar Khu Bilai Khan kaisar pada awal Kerajaan Mojopahit.
Tempat religius ini dikunjungi oleh banyak orang. Selain itu setiap hari diadakan pagelaran wayang Pho Tee Hi dengan cerita-cerita Cina. Bangunan ini terletak di Jl. Dukuh (Surabaya Utara) di dekat Kota Cina
JEMBATAN MERAH SURABAYA
Jembatan Merah dibentuk atas kesepakatan Pakubowono II dari Mataram dengan VOC sejak 11 November 1743. Dalam perjanjian disebutkan bahwa beberapa daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan ke VOC, termasuk Surabaya yang berada di bawah kolonialisme Belanda.Sejak saat itu, daerah Jembatan Merah menjadi kawasan komersial dan menjadi jalan satu-satunya yang menghubungkan Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya. Dengan kata lain, Jembatan Merah merupakan fasilitator yang sangat penting pada era itu.
Jembatan Merah berubaha secara fisik sekitar tahun 1890an, ketika pagar pembatas diubah dari kayu menjadi besi. Saat ini, kondisi jembatan yang menghubungkan jalan Rajawali dan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya ini hampir sama seperti jembatan lainnya, dengan warna merah tertentu.
Di sekitar jembatan, terdapat beberapa bangunan peninggalan Belanda lainnya yang masih difungsikan dan terletak di selatan Jembatan Merah. Selain itu, terdapat pula pusat perbelanjaan yang terkenal di Surabaya yaitu, Jembatan Merah Plaza.
Jembatan Merah pernah menjadi saksi hidup dari tentara Indonesia, khususnya pahlawan-pahlawan Surabaya yang berjuang melawan kolonialisme Belanda. Oleh karena itu, tidak peduli kondisi yang mungkin terjadi hari ini, Jembatan merah adalah warisan penting bagi sejarah Indonesia. Jembatan Merah merupakan pahlawan yang masih hidup dan akan terus hidup melawan waktu.
PELABUHAN TRADISIONAL KALIMAS, SURABAYA
Pada tanggal 21 Mei 1293 Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit berhasil mengusir dan menghancurkan tentara Tar-Tar dibawah pimpinan Khubilai Khan. Tentara Tar-Tar meninggalkan Majapahit melalui Ujung Galuh, desa yang terletak di ujung Utara Surabaya, yaitu muara Kalimas yang sekarang sebagian merupakan wilayah kerja pelabuhan Tanjung Perak dan sebagian berada dalam wilayah kerja TNI-AL Surabaya. . Konon menurut legenda, di sekitar Kalimas terjadi pertempuran antara Sura (sejenis ikan besar) dengan Baya (buaya) untuk memperebutkan daerah kekuasaan yang berakhir dengan kematian keduanya, sehingga dari tempat ini lahir sebutan SURABAYA. Dengan demikian timbul dugaan bahwa Kalimas tidak hanya cikal bakal pelabuhan Tanjung Perak tetapi juga kota Surabaya. Berdasarkan tanggal kejadian hancurnya tentara Tar-Tar di muara Kalimas inilah maka ditetapkan HARI JADI KOTA SURABAYA, yakni 31 Mei 1293. Di sepanjang tepian Kalimas saat ini digunakan tempat bongkar muat barang bagi tongkang dan perahu. Pelabuhan tradisionil ini memiliki areal parkir yang cukup luas untuk menampung kendaraan pengunjung.
To be Continue.......
Sumber:
http://indonesiatourmiscellaneous.blogspot.com/2013/12/welcome-to-city-of-heroes-in-surabaya.html
No comments:
Post a Comment