Jakarta
(03/06/2018) - Sejak Indonesia merdeka
pada tanggal 17 Agustus 1945 dan
disahkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
pijakan Negara untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya. Sebuah dasar Negara
yang dibuat atas dasar semangat dan kesadaran untuk membangun suatu Negara yang
Demokrasi serta menciptakan tatanan masyarakat berkeadilan sosial,
berkemakmuran dan sejahtera bersama-sama.
Sebuah teori
yang sejalan dengan dasar Negara Indonesia tersebut adalah teori Negara Kesejahteraan (Welfare State). Teori yang menegaskan
bahwa Negara yang pemerintahannya menjamin
terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dan untuk dapat
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan
pada lima pilar kenegaraan, yaitu : Demokrasi (Democracy), Penegakan Hukum (Rule of Law), Perlindungan Hak Asasi Manusia (The Human Right Protection), Keadilan Sosial (Social Justice) dan Anti Diskriminasi (Anti Discrimination).
Pengagas teori Negara Kesejahteraan (Welfare State), Prof. Mr. R.
Kranenburg, mengungkapkan “bahwa Negara harus secara aktif
mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh
masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu
tapi seluruh rakyat.”
Teori Negara
Kesejahteraan (Welfare State) tersebut
sering kali dimaknai berbeda oleh setiap orang maupun Negara. Namun, teori
tersebut secara garis besar setidaknya mengandung 4 (empat) makna, antara lain:
(i) Sebagai kondisi sejahtera (well-being), kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan
non-material. Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan
manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan,
pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi serta manakala
manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam
kehidupannya; (ii) Sebagai pelayanan sosial, umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan
sosial (social security), pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan
dan pelayanan sosial personal (personal
social services); (iii) Sebagai tunjangan sosial, kesejahteraan sosial yang diberikan kepada orang miskin. Karena
sebagian besar penerima kesejahteraan adalah
masyarakat
miskin, cacat, pengangguran yang kemudian keadaan ini menimbulkan konotasi negatif pada istilah
kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan, ketergantungan, dan lain sebagainya; (iv)
Sebagai proses atau usaha terencana, sebuah proses yang dilakukan oleh perorangan,
lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan
tunjangan sosial.
Pengertian
tentang Negara Kesejahteraan (Welfare
State) tidak dapat dilepaskan dari empat definisi
kesejahteraan di atas. Negara Kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan
kebijakan sosial (social policy) yang dibanyak Negara mencakup strategi
dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama
melalui perlindungan sosial (social protection) yang
mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial)
maupun jaring pengaman sosial (social safety net).
Dalam
implementasinya, Pemerintah Indonesia berusaha menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang
telah diamanatkan dalam UUD 1945 yang
secara tegas mengamanatkan kesejahteraan sosial sebagai prioritas tertinggi
kebijakan publik negeri ini.
Kesejahteraan sosial tersebut
tertuang dalam UUD 1945 yang diantaranya menyatakan, bahwa perekonomian
berdasarkan atas asas kekeluargaan, membiayai pendidikan dasar, mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak. Pemerintah Indonesia secara jelas
diamanatkan untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan orang
per orang.
Dengan
kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia berusaha
melaksanakan dan mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State) berdasarkan
UUD 1945, melalui: (i) Sistem jaminan sosial, sebagai backbone program kesejahteraan; (ii) Pemenuhan hak dasar warga Negara
melalui pembangunan berbasis sumber daya produktif perekonomian, khususnya
kesehatan dan pendidikan, sebagai penopang sistem jaminan sosial, menciptakan
lapangan kerja secara luas sebagai titik tolak pembangunan, dan menyusun kekuatan
perekonomian melalui koperasi sebagai bentuk badan usaha yang paling dominan
dalam perekonomian; (iii) Pemerataan ekonomi yang berkeadilan sebagai
hasil redistribusi produksi serta penguasaan produksi secara bersama-sama
melalui koperasi, (iv) Reformasi
birokrasi menciptakan pemerintahan yang kuat dan responsif sebagai agent of development dan penyedia barang
dan jasa publik secara luas, serta pengelolaan sumber daya alam sebagai
penopang Negara Kesejahteraan (Welfare
State) untuk menegakkan keadilan sosial.
Dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare State), pemerintah melakukan upaya serta inovasi untuk
dapat mengurangi kesenjangan sosial
melalui Kementerian Sosial. Salah satunya dengan menggunakan data terpadu Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian
Sosial untuk menetapkan sasaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) atau rumah
tangga penerima subsidi. Kelas penerima terdiri atas 40 persen penduduk rentan
miskin apabila sewaktu-waktu terjadi gejolak ekonomi sehingga membutuhkan
perlindungan sosial. Kelas ini berhak menerima bantuan beras sejahtera (Rastra),
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu
Indonesia Pintar (KIP) dan jaminan kesehatan (Kartu Indonesia Sehat). Kelompok
berikutnya adalah 10 persen penduduk miskin dan 8 persen sangat miskin perlu
diberikan bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH), dimana kelompok
ini secara otomatis juga akan menerima keseluruhan bantuan sosial tersebut.
Selain itu, perlu adanya kebijakan sosial
(social policy) yang
bertujuan lebih dari sekedar penanggulangan kemiskinan, namun juga untuk mencapai
kesejahteraan
sosial (social welfare), kebijakan pada umumnya juga diterapkan
untuk meminimalkan kesenjangan sosial. Kebijakan sosial mencakup pendekatan
standar kehidupan, peningkatan jaminan sosial serta akses terhadap kehidupan layak.
Hal ini sejalan dengan UU
No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang mendefinisikan kesejahteraan
sosial merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan
materian, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Sebagaimana yang tertuang dalam UU No
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025,
menyebutkan perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk penduduk
miskin dan termarginalkan seperti penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) mendapatkan perlindungan sosial Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) serta mendapatkan Pelayanan Dasar yaitu pelayanan publik untuk pemenuhan
kebutuhan dasar setiap warga negara sesuai dengan PP 2/2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal.
Dimana pemenuhan kebutuhan dasar setiap
warga Negara Indonesia yang harus dipenuhi meliputi kebutuhan pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial (berdasarkan
UU No. 13 tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin).
Selain itu, Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial (PP No. 39 Tahun 2012 Pasal 2), ditujukan kepada
perseorangan, keluarga, kelompok, masyarakat. diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria
masalah sosial yang meliputi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan,
keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana;
dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
Dan upaya perlindungan
sosial bagi penduduk miskin, rentan dan PMKS dalam penanggulangan kemiskinan
melalui rehabilitasi sosial kepada
setiap penyandang disabilitas (rungu wicara, mental eks psikotik, mental eks
penyakit kronis, netra, grahita, penyandang disabilitas tubuh, dan penyandang
disabilitas ganda) yang sesuai kriteria juga mendapatkan pemenuhan kebutuhan
dasar yang layak, pelayanan, dan rehabilitasi sosial sesuai standar di dalam
lembaga (panti dan lembaga kesejahteraan sosial) dan diluar lembaga dengan
berbasis keluarga dan masyarakat.
Meningkatkan penjangkauan pelayanan dasar
bagi penduduk miskin dan rentan melalui: peningkatan kesadaran masyarakat
terhadap hak dasar dan layanan dasar yang disediakan untuk masyarakat miskin
dan rentan, peningkatan partisipasi penduduk miskin dalam pengambilan keputusan
(termasuk perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pelayanan dasar, perluasan
dan penguatan sistem pemantauan berbasis masyarakat) sebagai salah satu bagian utama dari sistem
pemantauan dan penjangkauan di tingkat penyedia layanan dan pengembangan dan
penguatan mekanisme evaluasi dari masyarakat yaitu mekanisme pelaporan,
pengaduan, dan pencarian informasi terhadap ketersediaan dan kualitas layanan
dasar yang difasilitasi oleh sistem pusat rujukan dan pelayanan terpadu.
Sehingga, peran serta pemerintah dalam intervensi kebijakan
penanggulangan kemiskinan hanya sebuah langkah untuk mencapai kesejahteraan
sosial, karena berperan aktif menjalankan fungsi kebijakan sosial yang ditujukan kepada kelompok
masyarakat kurang beruntung (underprivileged people) yaitu fakir miskin
(perorangan dan keluarga) dan PMKS.
Dan bantuan sosial yang di
distribusikan oleh Kementerian Sosial, bertujuan untuk dapat mengurangi beban pengeluaran keluarga dan
meningkatkan pendapatan penerima manfaat. Dan untuk jangka panjang,
bantuan sosial tersebut diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan yang turun-temurun melalui peningkatan kualitas hidup,
diantaranya melalui (i) Program PKH untuk
meningkatkan taraf hidup KPM melalui akses layanan pendidikan , kesehatan dan
kesejahteraan sosial; (ii) Program
Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) yang diberikan kepada
orang dengan kecacatan berat untuk setiap penyandang disabilitas berat miskin; (iii) Program Asistensi Sosial Lanjut Usia
Terlantar (ASLUT) bagi lanjut usia terlantar miskin; (iv) Program Kesejahteraan
Sosial Anak (PKSA) berupa tabungan untuk anak terlantar miskin; (v) Program e-Waroeng dan BPNT dimana penyaluran
bantuan tersebut melalui sistem perbankan yang bertujuan untuk mendukung perilaku
produktif masyarakat melalui fleksibilitas waktu penarikan bantuan dan
akumulasi aset melalui kesempatan menabung; (vi) Program Kampung Siaga Bencana (KSB) dengan memberikan
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dari ancaman bencana dengan melakukan
kegiatan penanggulangan bencana berbasis masyarakat melalui pemanfaatan sumber
daya alam dan manusia yang ada dilingkungan setempat.
Untuk
dapat mencapai Kesejahteraan Negara (Welfare
State), maka pencapaian Kesejahteraan Sosial (Social Welfare) harus memaksimalkan potensi-potensi yang ada agar
dapat meminimalisir kesenjangan sosial, baik melalui pendekatan standart
kehidupan, peningkatan jaminan sosial serta akses terhadap kehidupan yang
layak. (PBKAS)
Ditulis dan Didedikasikan
untuk 33 Tahun Diri Berkarya serta 7 Tahun Belajar di Kementerian Sosial
Dalam Asa, Rasa,
Cipta, Karsa dan Karya Kehidupan
MERDEKA . . . . hahaha
ReplyDeleteTerimakasih
Delete